Senin, 05 Maret 2012

YANG KITA MILIKI


1)   Seni Suara /Lagu Rakyat;
Lagu rakyat merupakan salah satu bagian dari seni budaya yang dapat menggambarkan identitas adat/budaya suatu daerah tertentu. Sebagai bagian dari seni kerakyatan, lagu-lagu rakyat merupakan peninggalan nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun dan biasanya masyarakat sekitar cenderung tidak mengetahui secara pasti kapan diciptakan dan siapa penciptanya (Wien Pudji Priyanto, 2002). Lagu rakyat adalah bagian dari seni budaya yang paling menonjol dalam memberikan kesan serentak mengenai cirri khas, tata nilai serta selera suatu suku bangsa yang memiliki kebudayaan tersebut ( Edy Sedywati, 1993). Kesenian yang tercermin dalam lagu-lagu rakyat juga menyimpan nilai-niali kehidupan masyarakat seperti nilai kesatuan, kebersamaan, kebhinekaan, ketertiban, displin dan juga kreativitas serta nilai kepemimpinan.
Demikian pula dengan lagu-lagu rakyat Lembata juga merupakan media ungkap penampilan ekspresif seseorang/masyarakat terhadap orang lain dalam situasi-situasi tertentu misalnya suasana sedih, gembira, senang dan lain sebagainya. Seni suara dalam lagu-lagu rakyat Lembata biasa dipadukan dengan seni tari dan musik tradisonal sebagai suatu ragam seni budaya dan dibawakan pada situasi-situasi tertentu misalnya pesta-pesta adat, hari-hari raya, ketika orang meninggal/sakit, dan situasi-situasi lainnya.

2)   Seni Musik Tradisional;
Seni musik merupakan senyawa dari seni suara. Bunyi dan suara adalah dua kepingan yang menjadi satu di dalam seni musik. Selanjutnya suara/nyanyian adalah lanjutan perkembangan dari doa-doa primitive yang bernada deklamasi. Doa-doa primitive yang berdeklamasi bertekanan keras dan lembut adalah doa yang pantas bagi lehuhur Lera Wulan Tana Ekan. Dan bila doa-doa bertekanan itu diberi alat Bantu perkusi/pukul, tiup/agrofon, petik maupun goyang maka lahirlah sebuah nyanyian bernada, bernotasi teratur dengan ritmis yang melodis. Inilah seni musik. Kurt Pahlen menegaskan bahwa manusia primitive tidak memiliki kata-kata setiap hari dalam pengungkapan perasaan melainkan lebih melalui bunyi dan suara.
Seni Musik tradisional Lembata terdiri dari beberapa jenis alat musik antara lain :
a)       Alat musik pukul/perkusi/idiofon : gong /kong, beletor;
b)      Alat musik pukul kulit/membrafon : bawa/ gendang;
c)       Alat musik tiup/agrofon : belule, peku, nureng, suli;
d)      Alat musik petik/Dawai/kordofon : gambus, benyol;
e)       Alat musik goyang : retu/etung kiliq bolo/giring-giring.
Alat musik tradisional Lembata mempunyai system jarak nada yang pasti serta tidak ada metrik ritme yang jelas tetapi tetap berfungsi magis dan religius. Irama bunyi-bunyian akan menjadi media untuk memanggil arwah serta membangun suatu susunan yang diperlukan dalam upacara/ritual adat tertentu. Musik merupakan salah satu sarana utama dalam kehidupan spiritual masyarakat adat Lembata. 



3)   Seni Tari;
Tarian di Kabupaten Lembata biasanya diiringi dengan lagu dan musik tertentu. Bentuk tarian yang biasa ditemukan antara lain :
a.   Tari pria dan wanita / tarian massal seperti Sole Oha, Namang, Beku, Nama Beson, dll,
b.   Tarian khusus wanita misalnya tarian Buhu Lelu, Neke Tani, dll;
c.   Tarian khusus pria misalnya tarian Sele Upa, Soka Sika dll.
Tarian ini merupakan ungakapan situasi dari masyarakat adat setempat. Mulanya tari-tarian hanya ditarikan dalam upacara-upacara sacral, upacara adat yang berhubungan dengan pemujaaan nenek moyang, tetapi kemudian berkembang menjadi tarian yang berdiri sendiri tanpa bersangkut paut dengan sikap sacral yang semula dikenakan pada tarian tersebut. Misalnya tarian Oha yang dulunya hanya dibawakan pada upacara-upacara/pesta-pesta adat tertentu, sekarang dapat dibawakan pada hari-hari raya/besar atau juga penjemputan tamu-tamu kehormatan yang berkunjung sebagai ungkapan kegembiraan, persahabatan, persaudaraan dan ungkapan perasaan lainnya.
Pada umumnya tari-tarian di Lembata berhubungan erat dengan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari misalnya kehidupan bertani, dan lain-lain.  Tari-tarian ini dapat berwujud tarian pengucapan syukur kepada arwah leluhur atas hasil panen, tarian syukur atas kemenangaan perang, tarian menirukan gerak kegiatan tertentu seperti menenun, memintal, menumbuk padi, upacara kematian, perkawinan, dan lain sebagainya.
Gerakan-gerakan tarian di Lembata dipengaruhi oleh lingkungan alamnya yang gersang sehingga gerakannya cekatan, hidup, diiringi dengan teriakan – teriakan sehingga menimbulkan kesan bahwa tarian itu mempunyai gerakan / ritme yang hampir sama.




4)   Seni Kerajinan;
Seorang ahli bernama Ralp Linton pernah mengemukan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia termasuk kebutuhan ekonomi, maka manusia beraksi dan bertingkah laku. Semua tingkah laku terdiri atas refleks-refleks yang merupakan kombinasi atau gagasan daripada reaksi yang dimungkinkan oleh pola-pola structural. Seni kerajinan merupakan bagian dari reaksi manusia yang berbudaya yang berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi demi kelangsungan hidupnya  dengan memanfaatkan potensi lingkungan alam sekitarnya. Seni kerajinan biasa merujuk pada keterampilan manusia dalam mengolah bahan dasar menjadi lebih efisien dan berdaya guna lebih tinggi.
Yang dimaksudkan dengan seni kerajinan di sini adalah mengenai segala bentuk kerajinan berupa anyaman dan seni kerajinan rumah tangga. Seni kerajinan anyaman yang dihasilkan masyarakat Lembata biasanya menggunakan anyaman daun lontar atau daun gewang/gebang dan juga anyaman dari bambu. Anyaman – anyaman daun/bambu tersebut biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari terlebih yang berhubungan dengan kehidupan agraris misalnya anyaman sebagai penampung bahan makanan hasil panen, alat penampih serta kebutuhan lainnya.
Sedangkan kerajinan rumah tanggga adalah kerajinan dari bahan kayu atau tempurung yang bersifat keras / kaku  yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari misalnya sendok makan, sendok besar, gelas tradisional, dan lain sebagainya.
                                              
5)   Seni Rupa
Seni rupa mencerminkan semangat religius masyarakat. Seni rupa terdiri atas 3 (tiga) bagian penting yakni Seni Patung, Relief dan Ornamen. Mengenai seni rupa hanya ditemukan di sebgaian kecil wilayah Lembata yaitu Lamalera, Kecamatan Wulandoni. Seni rupa yang biasa dihasilkan masyarakat adat Lamalera berupa seni pembuatan perahu tradisional penangkap paus, seni ukiran pada tiang rumah adat dan juga seni patung Deos. Sedangkan wilayah kecamatan lain seni rupa hampir tidak dijumpai. 

6)   Seni Tenun;
Seni Tenun di Kabupaten Lembata pada umumnya memiliki fungsi utama sebagai busana adat yang bernilai magis dan religius. Seni tenunan Lembata merupakan karya tangan wanita Lembata karena kehidupan seoarang wanita berkaitan erat dengan tradisi tenun yang dihasilkan. Wanita yang belum mengetahui / belum bisa menenun dianggap belum pantas untuk menikah dengan seorang pria. Di desa-desa yang memiliki tradisi adat yang kuat anggapan tersebut masih ada hingga sekarang sekalipun di wilayah lain hal tersebut sudah menjadi hal yang kurang diperhatikan.
Unsur-unsur keindahan yang sangat spesifik melalui gambar-gambar motif, baik yang berlatar belakang makrokosmos dan mikrokosmos dalam perlambangan-perlambangan maupun system yang kuat. Seni tenun tradisional Lembata berhubungan erat dengan perkawinan / pembelisan seorang wanita yang hendak dinikahi. Oleh karenanya setiap sarung adat wanita mahal harganya karena selain nilai religius adatnya yang tinggi, juga proses yang dilewati juga sangat panjang dan membutuhkan waktu yang cukup lama serta peralatan-perlatan/bahan yang digunakanpun masih sangat sederhana.
Dalam buku ini yang ditampilkan hanya berupa motif-motif yang dihasilkan oleh setiap daerah di Lembata yang menjadi cirri khas dari daerah tersebut dalam segi hasil tenunan. 

(7). Cerita Rakyat



Manusia adalah satu-satunya makluk yang memiliki kebudayaan. Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian kebudayaan adalah warisan social. Menurut Koentjaraningrat, 1990 : 203, dalam semua kebudayaan di dunia terdapat 7 (tujuh) unsur kebudayaan yang disebut sebagai unsur kebudayaan universal yakni : (1) Sistem Religi dan Upacara Keagamaan, (2) Sistem Organisasi Kemasyarakatan; (3) Sistem Pengetahuan; (4) Bahasa; (5) Kesenian; (6) Sistem Mata Pencaharian Hidup dan (7) Sistem Teknologi dan Peralatan. Sebagaimana uraian di atas bahwa salah satu cakupan unsur universal kebudayaan adalah kesenian. Cakupan bidang kesenian sangat luas dan salah satunya adalah seni sastra. Seni sastra dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu seni prosa dan sastra puisi (Suradi Yasil; 1995/1996 : 2).
Sehubungan dengan itu, cerita rakyat termasuk dalam sastra prosa dan hidup dalam masyarakat pendukungnya. Cerita rakyat banyak mengandung nilai-nilai budaya dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakatnya. Menurut Willam R. Bascom, cerita rakyat dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan besar yaitu (1) Mite (myth); (2) Legenda (legend); dan (3) Dongeng.
Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Cerita rakyat dalam Bahasa Inggris di sebut Folktale adalah sangat inklusif. Secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap jenis cerita yang  hidup di kalangan masyarakat, ditularkan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya adalah cerita rakyat (Suwondo, 1980 : 1).
Yang dimuat dalam buku ini adalah hanya berupa  judul cerita rakyat yang hidup dengan gambaran singkat ceritanya yang sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat Lembata, baik berupa Mite, Legenda maupun Dongeng.


8)   Olahraga Tradisional/Permainan Rakyat;
Olahraga tradisonal/permainan rakyat merupakan salah satu bagian dari pusaka budaya yang menjadi obyek pelestarian yang telah di telaah dalam rumusan UNESCO. Olahraga tradisional adalah salah satu aktivitas kebudayaan yang berhubungan dengan kehidupan suatu komunitas masyarakat tertentu.
Permainan rakyat yang ada di Kabupaten Lembata yang biasa dimainkan oleh masyarakat pada umumnya hampir sama namun hanya berbeda nama / pengucapan karena berbeda bahasa/dialek bahasa. Permianan – permianan rakyat itu dapat berupa hiburan biasa juga pemainan yang dimainkan dengan maksud-maksud tertentu misalnya jenis permainan rakyat/olahraga tradisional untuk menguji ketangkasan, keahlian, kalincahan, uji kekuatan fisik dan strategi dan lain sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh situasi pada zaman dulu yang identik dengan kekerasan seperti perang dan lain sebagainya. Namun karena erat kaitannya dengan budaya yang mentradisi maka olaharaga tradisional biasa dibawakan pada upacara-upacara sacral/pesta-pesta adat tertentu dan dibawakan oleh orang-orang tertentu pula, tetapi kemudian berkembang menjadi kegiatan yang berdiri sendiri dan dapat dibawakan oleh siapa saja tanpa sangkut paut dengan kegiatan adat lainnya. Jenis permianan rakyat/olahraga tradisional yang biasa ditemukan di kalangan masyarakat Lembata antara lain : olahraga tradisional pria dan wanita, olaharaga tradisional khusus pria dan olahraga tradisional khusus wanita.



 9)   Kesejarahan;
Kesejarahan yang dimaksudkan di sini adalah peristiwa-peristiwa sejarah yang pernah terjadi pada masa lampau. Dinamika Lembata dahulu secara khusus juga ditandai/dimeterai dengan berbagai peperangan antar kelompok etnis/suku juga antar sesame kelompok etnis atau suku. Dulu terdapat 2 (kerajaan) kecil dengan wilayah kekuasaan yang kecil yang pernah berdiri di Lembata yaitu Kerajaan Lebala dan Kerajaan Kalikur. Namun kemudian ke-2 kerajaan ini tunduk dibawa kerajaan Sagu Adonara. Permusuhan / perselisihan anatara ke-2 kerajaan kecil inipun jarang /hampir tidak terdengar sama sekali. Kemudian muncul penjajah Belanda yang merusak segala keharmonisan hidup masyarakat yang pernah ada.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penjajah Belanda dengan politik Devide et Impera-nya telah memecah belah persatuan dan kekerabatan serta keutuhan masyarakat Indonesia termasuk Lembata. Lembata kemudian dibagi dalam 2 (dua) dua kelompok besar yaitu Kelompok Paji dan Kelompok Demong. Kelompok Paji dengan pemimpinnya yang disebut Kapitan merupakan komunitas masyarakat yang tunduk di bawa kekuasaan Raja Sagu Adonara/Swapraja Adonara.  sedangkan Kelompok Demong dengan pemimpinnya yang disebut Kakang merupakan komunitas masyarakat yang tunduk dibawah kekuasaan Raja Larantuka. / Swapraja Larantuka.
Adapun beberapa Hamente di Lembata yakni antara lain :
a)       Hamente Kedang berkedudukan di Kalikur dipimpin oleh Kapitan (Suku Paji);
b)      Hamente Lewotolok berkedudukan di Lewotolok dipimpin oleh Kapitan (Suku Paji);
c)       Hamente Kawela berkedudkan di Belang dipimpin oleh Kapitan  (Suku Paji);
d)      Hamente Lebala berkedudukan di Lebala dipimpin oleh Kapitan (Suku Paji);
e)       Hamente Lewoleba berkedudukan di Lewoleba dipimpin oleh Kakang (Suku Demong);
f)        Hamente Lamalera berkedudukan di Lamalera dipimpin oleh Kakang (Suku Demong).

Sepanjang perjalanan sejarah masa lalu permusuhan yang dibangun antar ke-2 kelompok masyarakat ini hampir tidak pernah berhenti dan senatiasa mengisi setiap lembaran sejarah masyarakat Lembata. Permusuhan yang diwarnai dengan pertempuran – pertempuran yang seringkali pecah untuk memperebutkan/mempertahankan hak ulayat kemudian terbawa sampai ke persoalan dan kebijakan-kebijakan /sumpah adat sampai sekarang. Misalnya dulu masyarakat adat Paji tidak boleh kawin dengan Demong, sekarang sekalipun sudah boleh kawin namun harus dibuat seremonial tertentu. Sedangkan di wilayah tertentu yang masih memegang tradisi adat yang kuat seperti turunan Raja Lebala dari komunitas Paji sama sekali tidak boleh kawin dengan Demong karena akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup komunitas adatnya. Dengan demikian dapat dikatakan kesejarahan Lembata masa lampau lebih banyak terisi dengan konflik horizontal kelompok Paji dan Demon.
Peristiwa-peristiwa sejarah lain seperti peperangan melawan Belanda atau pertempuran melawan Pasukan Meo dari Kerajaan Belu hanya bersifat sporadic yang hanya terjadi pada wilayah-wilayah tertentu dan tidak berlangsung lama.


10) Ritual/Upacara Adat;
Upacara adat/ ritual tradisional merupakan bagian dari Sistem Religi yang termasuk dalam salah satu dari 7 (tujuh) unsure kebudayaan universal. Clifford Geertz (1973) mengemukakan salah satu bagian dari definisi kebudayaan yaitu kebudayaan  adalah suatu system symbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan dan diiterpretasi (Clifford Geertz dalam Achmad Fedyani Saiffudin, 2005 : 288). Geertz juga mendefinisikan Agama  sebagai system lambang  yang berfungsi menegakan berbagai perasaan dan motivasi yang kuat, berjangkauan abadi dan luas pada manusia dengan merumuskan berbagai konsepsi dengan jenis tuangan faktualitas sehingga perasaan – perasaan dan motivasi-motivasi secara unik tampak realistis.
J.G. Frazer dengan Teori Jiwa juga menyatakan bahwa manusia dalam memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan system pengetahuannnya, tetapi ke-2-nya memiliki keterbatasan sehingga dapat dipecahkan dengan magic. Selain itu, Radcliffe-Brown salah satu ahli Antropolgi mendefinisikan bahwa “agama” di manapun merupakan ekspresi suatu bentuk ketergantungan pada suatu kekuatan di luar diri kita sendiri yakni kekuatan yang dapat kita katakana sebagai kekuatan spiritual dan kekuatan moral. Baginya ekspresi penting dari rasa ketergantungan ini adalah peribadatan melalui ritual/upacara (Radcliffe – Brown dalam Betty R. Scarf, 1995 : 30).
Dengan teori-teori dari para ahli tersebut di atas dapat dikatakan bahwa upacara adat merupakan bagian dari system religi / agama tradisional yang bersifat animisme dan dinamisme yang dimiliki oleh nenek moyang yang timbul atas dasar kesadaran akan keterbatasan yang dimiliki sebagai symbol keyakinan yang diberi nilai dan makna yang tinggi sehingga harapan-harapan/tujuan-tujuan mereka dapat tercapai berdasarkan keyakinan yang dimiliki.
Dalam komunitas adat  masyarakat Lembata ritual-ritual adat merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan keseharian sampai dengan saat sekarang. Sekalipun terdapat agama-agama baru yang muncul seiring dengan kedatangan penjajah dari Eropa namun kepercayaan tradisional tetap hidup dan berkembang secara berdampingan dengan agama-agama/kepercayaan baru tersebut. Hal inilah menjadikan dinamika kehidupan masyarakat Lembata menjadi lebih berwarna, unik dan menarik.
Ritual/upacara – upacara adat Lembata pada umumnya bersifat tahunan, musiman, perodik, ataupun sesuai kebutuhan ritual tersebut. Pemimpin upacara / ritual adat biasa disebut Atamolan.

11) Tempat-Tempat Keramat;
Tempat keramat merupakan tempat-tempat yang menurut kepercayaan masyarakat setempat memiliki kekuatan magis/supranatural tertentu, tempat bersemayamnya para arwah leluhur baik arwah yang baik dan juga jahat. Tempat-tempat yang dianggap keramat / sacral biasanya dijadikan sebagai tempat pemujaan roh/arwah para leluhur yang berada di dunia kematian. Roh/arwah leluhur diyakini sebagai perantara – medium manusia dengan yang tertinggi (Lera Wulan Tana Ekan) dalam upaya perwujudan / pemenuhan kebutuhan yang tidak terjangkau dengan akal dan system pengetahuan. Oleh karenanya dalam berbagai ritual/upacara adat, semuanya tampak begitu nyata bahwa tempat-tempat keramat menjadi tempat yang sacral yang selalu dikunjungi orang-orang baik secara individu maupun kelompok dengan berbagai kepentingan. Memberi persembahan / hantaran kepada arwah leluhur di tempat-tempat sacral menjadi hal biasa yang sering dijumpai di kalangan masyarakat Lembata. Hampir semua daerah/wilayah di Kabupaten Lembata dengan komunitas adatnya memiliki tempat keramat masing-masing.

12) Situs/Benda Cagar Budaya;
Wujud dan bentuk dari agama dan religi yang terkait dengan kepercayaan akan adanya suatu kekuatan sakti di luar kamampuan manusia yaitu dalam Fetihism, yang didasarkan pada kepercayaan akan adanya jiwa benda-benda tertentu yang menjadi milik kepunyaan secara pribadi / komunitas sejak dulu. Benda-benda yang menjadi peninggalan leluhur dipercaya juga sebagai tempat bersemayam jiwa / arwah para leluhurnya/ atau memiliki nilai histories tersendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya/BCB dan Rumusan UNESCO, situs/benda cagar budaya merupakan pusaka/heritage yang harus dilestarikan oleh Negara. Situs/BCB merupakan pusaka budaya masa lampau yang memiliki sifat interaktif sepanjang sejarah keberadaannya. Situs sebagai pusaka budaya juga merupakan hasil karya, cipta, rasa dan karsa manusia juga dapat berwujud bentukan alam yang istimewa (saujana budaya) yang telah menyatu dengan kehidupan kebudayaan masyarakat setempat.
Situs sebagai pusaka budaya merupakan peninggalan yang diterima dari generasi sebelumnya, kemudian diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan baik, tidak berkurang nilainya bahkan perlu ditingkatkan menjadi pusaka dimasa datang. Untuk itu, pelestarian adalah upaya pengelolaaan pusaka melalui kegiatan penggalian, penelitian, perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan serta pengembangan untuk menjaga kesinambungan dan daya dukung untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih berkualitas dalam menjawab tantangan globalisasi zaman.
Kabupaten Lembata sebagai salah satu bagian dari wilayah Negara kesatuan RI, juga memiliki berankeragam situs budaya dan saujana budaya yang masing-masingnya memiliki karakteristik yang unik dan menarik. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar situs peninggalan sejarah dan purbakala tidak terawat, dianggap kurang penting sehingga akhirnya rusak, hilang ataupun dijual oleh para pemilik situs / BCB dimaksud. Oleh karena itu perlu persamaan persepsi dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai arti penting keberadaan Situs/BCB di tengah masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap pelestarian pusaka warisan leluhur.
Upaya pelestarian benda-benda pusaka peninggalan sejarah dan purbakala senantiasa berkembang dari waktu ke waktu dan telah menjadi bagian integral dari berbagai proses perencanaan dan pengelolaan pembangunan, termasuk upaya memadukan pelestarian pusaka dengan pengembangan ekonomi masyarakat. Salah satu upaya pelestariannya adalah melalui pembangunan Museum. Karena kenyataan telah menunjukan bahwa museum telah menjadi “Trend Setter” karena kebutuhannnya yang sangat komprehensif. Perkembangan dan kemajuan system ilmu pengetahuan dan teknologi zaman sekarang justru banyak berkembang melalui media belajar di museum. Museum dapat menjadi media inspirasi dan media belajar bagi para generasi penerus yang dapat membawa mereka ke alam pikiran masa lalu dengan berbagai system pengetahuan dan teknologi tradisionalnya kemudian berkembang menjadi teknologi zaman sekarang yang serba modern. Selain itu museum juga berperan sebagai symbol kekuatan budaya suatu tempat.

13) Ungkapan Tradisional;
Tradisi lisan (oral tradition) merupakan bagian dari kebudayaan yang banyak tersimpan dalam naskah-naskah lama maupun ungkapan lisan. Keberadaan tradisi lisan belum pernah dicatat, namun dituturkan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi lisan umumnya berbentuk ungkapan-ungkapan lisan yang diturunkan secara lisan dan dianggap sebagai cerminan budaya asli atau akar budaya suatu tempat (Subadio, 1980 : 7). Selain itu folklore lisan juga mengungkpakan sentiment paling mendasar dan paling dekat dengan jati diri kelompok etnis tertentu.
Ungkapan tradisional menurut Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd adalah ungkapan dengan pemakaian kata/beberapa kata yang mempunyai makna khusus yang diturunkan oleh masyarakat sejak dulu. Dijelaskan pula  bahwa ungkapan tradisional menyatakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, berisikan petuah, nasehat, kata – kata bijak yang mencirikan masyarakt pendukungnya. Cervantes juga mendefinisikan ungkapan tradisional sebagai kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman panjang. Bertrand Russel kemudian memberi pengertian sebagai the wisdom of many, the wit of one yang artinya kebijaksanaan orang banyak yang lahir dari kecerdasan seseoarang (Dundes 1968 dalam Danajaya, 2002 :28). Selanjutnya Dr. Drs. I Gusti Putu Antara, M.Pd menyatakan bahwa ungakapan tradisional merupakan bahasa metafora yaitu suatu cara pengungkapan bahasa dalam bahasa daerah yang mentradisi sebagai cara penyampaian sesuatu atau informasi dengan arti yang tidak sebenarnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu ungkapan dikatakan tradisional karena ditinjau dari segi arti, bentuk, dan makna, ungkapan tersebut mentradisi pada kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan Ungkapan tradisional daerah Lembata juga mengandung nilai-nilai luhur serta berpengaruh bagi pandangan hidup masyarakat penuturnya sekarang masih menunjukan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Lembata, terutama dalam pemakaian bahasa kias baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam karya seni. Nilai yang terkandung dalam ungkapan tradisional Lembata dapat berupa nasehat/ajaran, kritik, sindiran, persahabatan/persaudaraan, kebersamaaan dan juga lelucon yang pada intinya berorientasi pada upaya meningkatkan kulaitas hidup dan jati diri masyarakat.

14) Bahasa Daerah;
Bahasa merupakan alat komunikasi timbal balik antara manusia baik dalam situasi resmi maupun situasi biasa. Bahasa dihasilkan oleh sesorang dengan penuh kesadaran lewat suatu bunyi yang beraturan dan mengandung pengertian. Keteraturan dan keterkandungan makna dalam bahasa membentuk suatu integrasi yang harmonis antara pikiran, perasaan dan kemauan (Kusno, 1990 :1). Bahasa juga merupakan salah satu dari 7 (tujuh) unsure penting kebudayaan yang disebut unsure-unsur kebudayaan universal (Koentjaraningrat, 1990 : 203).
Bahasa menunjukan bangsa. Sejak dulu ada 2 (dua) bahasa komunikasi yang biasa digunakan oleh masyarakat Lembata yakni :
a.   Bahasa Edang yang biasa digunakan oleh masyarakat dari etnis Kedang dan
b.   Bahasa Lamaholot yang digunakan oleh masyarakat etnis Lamaholot.
Antara Bahasa Edang dan Lamaholot memiliki perbedaan yang sangat mencolok baik dari segi penuturan maupun pengertian dan makna-makna yang dihasilkan. Bahasa Lamaholot mempunyai beberapa dialek yang disesuaikan dengan tempat tinggal komunitas penggunanya yang menghuni sebgain besar wilayah Kabupaten Lembata (7 Kecamatan dengan dialek yang hampir berbeda-beda di setiap kecamatan). Sedangkan bahasa Edang biasa digunakan oleh orang-orang Kedang yang menghuni 2 kecamatan yakni Kecamatan Buyasuri dan Omesuari yang berada di wilayah paling timur Pulau Lembata.
Bahasa di Lembata selain digunakan untuk pergaulan, juga sebagai symbol etnik berupa pantun dan peribahasa serta sebagai bahasa adat yang syarat dengan makna. Bahasa adat biasanya hanya digunakan pada urusan-urusan adat tertentu atau juga upacara-upacara adat tertentu. Bahasa adat memegang peranan utama sebagai bahasa hukum walaupun secara lisan tetap diakui secara hukum adat dan dituruti.

15) Busana Tradisional/Pakaian Adat;
Busana tradisonal/ pakaian adat utama Kabupaten Lembata bisanya dihasilkan dari kerajinan tenun ikat wanita Lembata di samping aksesoris-aksesoris/perlengkapan lain untuk menunjukan /membedakan busana pria dari busana wanita.

Busana kain tenun yang dihasilkan oleh para wanita Lembata sangat terkenal dan diminati karena memiliki nilai adat yang tinggi juga ciri motifnya yang sangat khas dan menarik. Sejak dulu Busana daerah yang elegan dapat menunjukan kelas social seseorang di tengah komunitas social lainnya.

Yang menjadi kendala adalah sekalipun banyak diminati namun produksinya masih sebatas usaha rumah tangga yang dilakukan oleh para wanita dalam mengisi waktu luang dan juga sebagai usaha pemenuhan kebutuhan busana dalam keluarga saja/sanak famili. Belum ada sentra produksi tenun ikat Lembata sebagai ikon busana daerah Lembata yang dihasilkan dalam jumlah banyak dan dipasarkan secara luas. Disamping itu, kesadaran masyarakat dari berbagai kalangan untuk memakai busana daerahnya juga semakin menurun karena pengaruh perkembangan / kemajuan industri tekstil modern.Rasa bangga, rasa cinta dan rasa memiliki busana adat daerah Lembata yang dapat dijadikan sebagai indentitas budaya/jati diri semakin hari semakin luntur. Hal-hal inilah yang menjadi indicator penghambat kemajuan tenunan Lembata yang menjadi busana daerah kita. Wanita sebagai unsur yang sudah menyatu dengan busana dan tenun sepertinya enggan untuk mengembangkan tenunnnya,  akhirnya lebih memilih pekerjaan lain yang menjanjikan penghasilan yang lebih baik.




16) Kearifan Lokal;
Kearifan local memiliki cakupan yang cukup luas dalam kebudayaan. Secara konseptual, kearifan local (local wisdom) merupakan keunggulan local (local genius) yang menjadi bagin dari kebudayaan. Kearifan local merupakan kebijakan manusia dan komunitas dengan bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional, mengelola berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya budaya untuk kelangsungan hidup individu, warga / komunitas menjadi lebih baik dan lebih teratur. Kearifan local kemudian berkembang menjadi keunggulan local (local genius) yang terseleksi sehingga bukan hanya berperan penting dalam pembentukan identitas dan kebanggan, namun juga sangat potensial bagi pengembangan kompetensi secara lintas wilayah dan lintas budaya (Abdurrachman, 2003).

Kearifan local menyimpan nilai-nilai kehidupan seperti nilai-nilai kesatuan, solidartas, kebersamaan, ketertiban, ketahanan, disiplin, kreativitas, persahabatan, saling menghargai dan juga nilai kepemimpinan. Kearifan local yang diangkat dalam buku ini adalah mengenai aturan-aturan/kebijakan local yang terdapat pada suatu komunitas tertentu di Kabupaten Lembata yang bersifat mengikat, mengatur dan harus diikuti oleh setiap warga komunitas dalam system sosialnya untuk dapat mempertebal rasa persaudaraan, kekeluargaan, kebersamaaan, saling menghargai dan menghormati dan nilai-nilai kearifan local lainnya. Kearifan-kearifan local tersebut misalnya aturan local mengenai kematian, belis dalam perkawinan tradisonal, aturan kerjasama gotong royong, dan lain sebagainya.
 

17) Suku/Marga.
Pada dasarnya suku di Lembata terdiri dari 2 kelompok besar yaitu etnik Kedang dan etnik Lamaholot. Etnik merupakan kesatuan social yang dibedakan dari kesatuan social lain berdasarkan kesadaran akan perbedaan identitas seperti bahasa, tradisi adat, suku/marga serta semangat solidaritas dan tempat tinggal tetap pada suatu wilayah tertentu.
Dengan ini, ke-2 kelompok besar etnik Kedang dan Lamaholot berdasarkan wilayah tempat tinggalnya kemudian dibagi lagi menjadi kelompok – kelompok kecil yang disebut suku / marga. Suku/marga memiliki sifat kekerabatan yang erat karena memiliki identitas masing-masing. Setiap suku /marga dapat menjalani kehidupan social budayanya masing-masing secara sendiri dan juga berdampingan dengan komunitas adat suku/marga lainnya dalam suatu wilayah juga antar wilayah. Karena memiliki perbedaaan budaya etnis yang mencolok maka keberadaan dari  nama suku/marga  dari ke-2 etnis tersebut dapat terlihat dengan jelas. Disamping itu suku/marga disetiap kecamatan di Lembata hampir semuanya memiliki perbedaan yang jelas.